Senin, 30 Januari 2012

15 sifat manusia yang dinyatakan dalam Al Quran

Menikmati Dinamika, Ipe Dua Koma

Bagi sebagian bahkan kebanyakan orang, mendapat IP (indeks prestasi) dibawah 3 merupakan hal yang sangat menyakitkan. Mungkin. IP merupakan salah satu parameter keberhasilan seorang mahasiswa di ranah akademik. Bisa dibilang begitu. Hal yang sangat membanggakan apabila IP seorang mahasiswa itu kumlaud, bahkan summa kumlaud. Waw. -keren ya- kata sebagian orang.

Dan, dinamika saat ini yang sedang saya alami adalah -ipe dua koma-. Sesuatu yang kebanyakan teman-teman saya menganggap hal ini sesuatu yang menyedihkan. Ya, bisa jadi. Tapi tidak bagi saya.

Hasil yang saya dapatkan di semester ini bukanlah puncak dari segalanya, justru inilah awal bagi saya untuk terus bangkit dan belajar. Karena itulah hasil yang terbaik dari NYa dan untuk saya. Tetap bersyukur apapun hasilnya.

Sebagai bahan evaluasi, bagaimana sepak terjang saya selama semester 5 ini. Bisa dibilang -amburadul-kacau-dan sebagainya. "Ganjaranmu, sesuai kadar lelahmu" HR.Muslim. Allah Maha Adil.
Mari instropeksi diri! Tidak boleh mengeluh, menyesal dan terpuruk!
Hidup dan kuliah tidak berakhir pada IP kumlaud, summa kumlaud, ipe dua koma, bahkan -nasakom- (nasib ipe satu koma). Yuk, diperbaiki! Masih ada kesempatan! -self talked-

Berbicara IP, yang menjadi gerbang dan tolok ukur mahasiswa untuk melamar pekerjaan. Pada tau kan, IP itu cuma pra syarat awal, apakah kita berhak untuk menuju tahap berikutnya. Hal yang paling dilihat adalah, kompetensi, kapasitas dan kapabilitas, kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dsb yang terangkum dalam sebuah kata bernama softskill.

Yah, apapun itu, saya senang bisa menikmati dinamika ini. Karena hidup saya tidak hanya untuk mengejat IP.. :p
Semoga Allah meridhoi setiap apa yang kita lakukan.
Jangan Patah arang..
Allah is always by ur side!

-thanks God-

Selasa, 24 Januari 2012

Cinta Ali dan Fatimah :)



Kisah ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah
chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.

Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!

‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.

Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.

Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.

’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.

”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.


Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.

Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.

’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.

’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.


Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.

Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.

Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ”

”Aku?”, tanyanya tak yakin.

”Ya. Engkau wahai saudaraku!”

”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”

”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.

”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.

Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”

”Entahlah..”

”Apa maksudmu?”

”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”

”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,

”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.

Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.

’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”

Kemudian Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”

Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:

“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4).


*re-post dari note seorang sahabat...

Kamis, 19 Januari 2012

Theme Song TOENAS (Try Out Etos Nasional).mp4

Minggu, 15 Januari 2012

Sangu dari Bapak-QS Al Anfal:17



Ketika hendak merantau ke Semarang, ketika itu pula kondisi ekonomi keluarga saya sedang memprihatinkan dan akan tetapi harus tetap berangkat ke Semarang. Bapak hanya berpesan dua hal “Pertama, Kuliah jangan mencari-cari nang-nangan (mencari kekuasan/kemenangan untuk kesombongan). Kedua, Jaga nama baik Bapak dan Ibu.” Sangat dalam maknanya.

Satu lagi, sangu dari Bapak adalah sebuah potongan ayat yang berbunyi:

Wa maa romaita idz romaita walaa kinallaha roma
Artinya: ...dan bukan kamu yang melempar, tetapi Allah lah yang melempar...


Kata Bapak, baca ayat ini ketika saya sedang dihadapkan pada musuh, jika perlu melawan maka lawanlah kemudian baca ayat ini. Pertolongan Allah pasti datang. Dan, potongan ayat diatas adalah penggalan dari Q.S Al Anfal:17. Berikut selengkapnya:

“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar, tetapi Allah lah yang melempar (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”

Tidak pernah menyangka, kalau Bapak saya mengetahui hal tersebut, dari mana beliau tahu? Wallahu’alam. Ketika itu saya belum tahu bahwa potongan ayat tersebut adalah bagian dari QS Al Anfal : 17. Terdengar kembali ketika saya mengikuti Kajian di Masjid Kampus Undip tentang Palestina. Bahwasanya ketika orang-orang Yahudi menyerang Palestina (Gaza), rakyat Paestina hanya bisa memohon kepada Allah dengan mengucap doa diatas.

Saya semakin penasaran, kemudian saya membuka Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya) ayat tersebut. Berikut penjelasannya,

1. Al Hakim dai Said bin Musayyab dari ayahnya berkata: Saat perang Uhud Ubayyi bin Khalaf menghadap kepada Nabi SAW dengan menyamar. Dan menghadap pula Mush’ab bin Umar. Nabi SAW melihat dari sela-sela baju besi dan teropong. Ubayyi melepas pedangnya dan terjatuhlah dia dari kudanya, dia tidak tampak luka berdarah, namun satu rusuknya pecah. Kawan-kawannya datang saat sakaratul maut. Suaranya seperti suara sapi. Kawannya bertanya : Mengapa kamu sampai terluka? Dengan mengisahkan bahwa Nabi SAW pernah berjanji membunuh Ubayyi. Lalu Nabi SAW berkata : Kiranya aku ucapkan untuk orang Dzul Majaz, tentu mereka mati. Kemudian Allah turunkan ayat ini. (Hadis ini shahih tapi gharib)

2. Ibnu Jarir dari Abdur Rahman bin Jubair: Saat terjadi perang Haibar, Nabi SAW berdoa dekat anak panahnya. Kemudian Nabi SAW melemparkan ke arah benteng, maka bertebaranlah anak panah sehingga tewaslah Ibnu Abi al Haqiq saat diranjang. Maka turunlah ayat tersebut. Hadis ini Mursal yang baik isnadnya tapi juga gharib.

3. Adapun hadis yang terkenal ialah: bahwa lemparan itu terjadi saat perang Badar, dimana Nabi SAW melempar batu kerikil segenggam. Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan At Thabrani dari Hakim bin Hizam berkata: Saat terjadi perang Badar, kami mendengar suara seperti batu kerikil yang jatuh pada bejana. Nabi SAW melempar dengan batu maka bercerai berailah kami (musuh). Maka turunlah ayat diatas.

Subhanallah. Saya mengimaniNya.
Yah, bagaimanapun sebab turunnya ayat diatas, yang jelas Al Qur’an diturunkan sebagai pedoman dan petunjuk bagi umat muslim. Sungguh, ayat diatas menerangkan bahwa pertolongan Allah itu dekat kepada orang-orang yang mengimaniNya.
Sebagai bahan pengingat bagi diri saya pribadi dan yang membaca tulisan ini, semoga kita dapat lebih dekat denganNya, dengan mengamalkan Al Qur’an dan As Sunah.

#special thank’s for my father who has given me suggestion about that. Love you forever :)

Sabtu, 14 Januari 2012

Calon Arsitek! :)


Ini adalah adik kesayangan saya, namanya Abdullah Ibnu Pramono. Bukan untuk pamer atau apalah, tapi hanya ingin berbagi. Karena saya sedang merindukannya. Bahwa saya sangat bersyukur punya adik seperti dia.

Dia lahir pada tanggal 23 Juli 2000. Sekarang kelas 6 SD, tubuhnya kecil dan berkulit sawo matang, dia luar biasa bagi saya. Selama ini dia kurang perhatian dari saya, sejak kecil ia terbiasa hidup mandiri. Seperti tidak mendapatkan hak dari seorang kakak yang seharusnya selalu membimbing, menemani dan mengarahkan. Tapi beda dengan dia, sejak kecil sudah terbiasa hidup keras. Jarang mendapat perhatian dari saya maupun kedua orang tua saya.

Saya, "sibuk" dengan urusan saya sendiri. Dari SMA saya sudah merantau hingga sekarang. Wajar, perhatian dari saya sangat kurang. Bapak, beliau merantau juga ke Jakarta dan jarang pulang. Ibu, karena membantu menopang kegiatan ekonomi keluarga, mengharuskan Ibu harus kerja (bekerja pada orang lain), otomatis berangkat pagi dan pulang pun senja hari.

Segala kesiapan dari pagi hari, hanya disiapkan seadanya oleh Ibu. Dia melakukannya sendiri. Kadang saya merasa berdosa, Dulu saat masih "diatas" dan saat saya masih anak-anak apapun yang saya inginkan selalu dipenuhi. Sekarang, adikku belum merasakannya.

Tapi, Alhamdulillah. Dia amat bijak walau umurnya terpaut 10 tahun dari saya. Tidak pernah protes terhadap apa yang ia rasakan saat ini. Beda dengan anak-anak kebanyakan yang selalu menuntut setiap apa yang menjadi keinginannya. Ia tak pernah meminta, managih, ataupun menuntut pada kami. Kalau mengingnkan sesuatu pasti tanya dulu, "mak, mae lagi duwe duit ora?". Selalu mengerti keadaan Ibu. Kalau saya pulang dari Semarang, setiap saya tanya mau minta oleh-oleh apa dari Semarang jawabnya, "Sing penting Mbak Endik muleh, aku ora njaluk opo-opo". Mengharukan.

Dari kecil, kami terbiasa dikerasi oleh Ibu. yang membuat kita terus berpikir untuk mencari cara "bagaimana melakukan sesuatu". Beda dengan saya, watak adik cukup keras tapi tekun.

"Oh, Ibnu.. Mbak Yendy kangen sekali.. kamu gengsian sih.. gak mau bilang kalo kangen sama mbak.. Mbak kangen dipanggil Tembem gingsul sama kamu"

Doaku untukmu adikku, Calon Arsitek Peradaban..
Semoga Allah senantiasa melimpahkan berkah kepadamu, kepada bapak dan ibu.
Semoga Allah memudahkan setiap langkahmu untuk menggapai mimpimu, katanya mau jadi Arsitek ? :p
Semoga Kau jadi orang yang berguna bagi sesama, berbhakti pada orang tua,
Semoga kau adalah salah satu dari MUJAHID yang Allah kirimkan ke Bumi ini,
Jadilah anak yang berguna bagi nusa bangsa dan agama ya Ganteng :)
dan barisan doa yang tak mungkin mbak tuliskan.

Salam kangen dari kakakmu di rantauan.

Kamis, 12 Januari 2012

Salman Al Farisi

Minggu, 08 Januari 2012

Berita Untuk Kawan

Ebiet G.Ade - Berita Kepada Kawan

Perjalanan ini
Trasa sangat menyedihkan
Sayang engkau tak duduk
Disampingku kawan

Banyak cerita
Yang mestinya kau saksikan
Di tanah kering bebatuan

Tubuhku terguncang
Dihempas batu jalanan
Hati tergetar menatap
kering rerumputan

Perjalanan ini pun
Seperti jadi saksi
Gembala kecil
Menangis sedih ...

Kawan coba dengar apa jawabnya
Ketika di kutanya mengapa
Bapak ibunya tlah lama mati
Ditelan bencana tanah ini

Sesampainya di laut
Kukabarkan semuanya
Kepada karang kepada ombak
Kepada matahari

Tetapi semua diam
Tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri
Terpaku menatap langit

Barangkali di sana
ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana

Mungkin Tuhan mulai bosan
Melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga
dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan
Bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada
Rumput yang bergoyang

powered by lirik lagu indonesia

Kenapa Jend Pramono? :p

Pertanyaan itu sering melayang kepada saya, tentang sebuah nama yang sejatinya bukan nama asli saya. Bahkan pernah mendapat SMS dari seseorang, “Assalamu’alaykum, boleh tanya hal yang agak privasi gak? kok nama FB-nya Jend Pramono?” Gubrakk.. :p

Boleh, begini ceritanya…
Dulu saat SMP saya pernah mengikuti perkemahan Jum’at-Sabtu-Minggu (Yah, maklum anak pramuka). Saya menjadi pimpinan regu. Bumi perkemahan terletak di Lapangan JENDI. Sedikit mirip dengan nama belakang saya kan? Nah, mulai dari situ temen-temen saya lebih suka memanggil saya dengan nama JEND. (ceritanya kurang menarik yah?hee)

Lanjuut, kenapa PRAMONO? Pramono itu nama Bapak saya. Tarno Abdi Pramono. Pramono itu artinya apa ya? lupa. Bapak dulu pernah cerita, tentang kedalaman hati.
Karena adik saya namanya Abdullah Ibnu Pramono, saya ngiri. Tapi kan gak mungkin saya minta ganti nama jadi Siti Aminah Pramono! Makanya saya pake nama Jend Pramono di FB dan di Blog. Sudah minta ijin sama Bapak, semoga berkah :p

Dan, suatu saat nanti Anda jangan kaget ketika nama Jend Pramono itu sudah tidak asing lagi di media massa maupun media elektronik. Jangan “Shock” juga kalau nama Jend Pramono terpampang di berbagai buku kesayangan Anda. hehe. Amin

#just a joke
@asrama madani zona madinah_sahabiyah Anshar. 050112. 22.50 pm.

Kamis, 05 Januari 2012

Wajah Dunia tanpa Kematian?


Suatu kisah tentang seorang Pengeran berasa dari Unisovyet (Rusia) yang berjuang menangkap maut. Pangeran itu melakukan berbagai upaya dan pengorbanan yang tidak sedikit, ia berhasil menangkap maut. Maut itu kemudia dimasukkan kedalam sebuah kantong dan diikat di puncak pohon pinus.

Beberapa tahun kemudian, ketika pangeran berperang, banyak prajurit yang terluka. Diantara mereka ada yang lehernya hampir putus, ada yang ususnya terburai keluar, ada yang kepalanya remuk, dan luka yang lebih mengerikan lainnya. Tetapi mereka tetap hidup dengan menanggung rasa sakit yang luarr biasa..
Disisi lain, diseluruh pelosok negeri terjadi penderitaan yang tak kalah dahsyatnya. Mereka yang sekarat tetap meronta-ronta. Sang Pangeran pun berkesimpulan bahwa penyebabnya hanya satu, karena ia mengurung maut di punak pinus. Ia pun segera menuju puncak pinus untuk melepaskan sang maut. Dan, kematian pun mewarnai wajah dunia.

Kisah diatas dengan jelas menerangkan kepada kita tentang betapa menderitanya manusia jika dunia tidak diwarnai dengan kematian. Penderitaanlah yang akan dirasa. Begitulah kira-kira wajah dunia tanpa kematian, wajah penuh penderitaan.

Dari sepenggal ilustrasi ini, betapa kita rasakan bahwa kematian adalah suatu kenikmatan luar biasa. Sayangnya banyak diantara kita yang tidak mensyukurinya, bahkan berusaha untuk menghindari padahal ia tidak akan mampu lari darinya.

Ada sebuah ayat yag patut untuk kita renungkan bersama,
“Dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi), sesungguhnya manusia itu benar-benar sangat mngingkari nikmat” QS. Al Hajj:66

Wallahu’alam bishawab ^^
#just a share from Mr. ES Supriyatna

Jangan bunuh hatimu!



Jika kamu bersedih, maka menangislah. Jika kamu bahagia, maka tersenyumlah. Dan jika kamu teramat senang, maka tertawalah (secukupnya :p)

Jangan paksakan dirimu untuk tidak menangis, jangan bungkam mulutmu untuk tidak tersenyum ataupun tertawa. Karena jika kamu lakukan itu, maka kamu akan membunuh hatimu secara perlahan. Akibatnya hatimu akan kering dan gersang.

Percayalah, pada saat itu kamu tidak akan merasakan kebahagiaan. Karena hatimu telah kering dan membatu, bahkan lebih keras dari batu, karena batu masih ada yang mengalirkan mata air yang sangat bermanfaat bagi manusia.

Tersenyumlah kepada setiap orang.
(jadi inget lagunya Raihan: Senyumlah… )

Saya Pengen Punya Anak - Program 500 Anak!

Yap, Saya sering update status tentang “Program 500 anak”. Ini merupakan secuil dari sekian banyak mimpi-mimpi saya. Yah, saya pengen punya 500 anak, bahkan lebih.

Bisa diartikan sendiri dengan terjemahan Anda. Dan jangan disalahartikan ke yang lain. Yap, saya pengen punya anak asuh lebih dari 500 anak, kelak. Karena pada dasarnya saya sangat menyukai anak kecil. Bagi saya anak kecil adalah sebuah energy. Energi positif untuk berbagi berbagai macam keceriaan dan kebahagiaan. (Tak jarang menggoda anak orang dipinggir jalan :p)

“Saya pengen punya anak!” Statement saya yang satu ini pun juga sering dipandang aneh oleh teman-teman saya. Memang benar, saya memang pengen segera punya anak. Untuk melanjutkan perjuangan dakwah yang luar biasa ini 
Saya pengen memunculkan kader-kader dahsyat melalui program 500 anak ini, yang akan menegakkan panji-panji Islam di muka bumi (jangan dibilang lebay! beneran ini ..)
Yang pasti, ini adalah sebuah keinginan tentang mutiara-mutiara terpendam. Maka saya ingin memancarkan mutiara-mutiara itu. Menjadi penyebab kebahagiaan orang lain, sungguh indahnya 

#Tentang pemberdayaan dan pengkaryaan 
Khoirunnas anfa uhum linnas

Selasa, 03 Januari 2012

Cinta

Ketika rasa itu mulai menyapa kalbu, tak mampu lagi rasanya untuk menolak. Entah mengapa rasa itu begitu, Sulit dijabarkan dan diungkapkan dengan barisan kata, namun dapat dirasakan kedalamannya. YAh, Saya menyebutnya dengan Cinta.

Walau sejujurnya saya tidak mengerti rasanya itu seperti apa, namun memang beda, tak seperti biasa. Fitrah katanya, memiliki rasa cinta, karena dengan cintaNya lah kita juga ada.

Menurut saya, dan banyak orang, mencintai itu boleh dan hal wajar, TAPIII..

Hati-hati dengan cinta, karena cinta juga dapat membuat orang sehat menjadi sakit, orang gemuk menjadi kurus, orang normal menjadi gila, orang kaya menjadi miskin, raja menjadi budak, jika cintanya itu disambut oleh para pecinta palsu. Cinta yang tidak dilandasi kepada Allah. Itulah para pecinta dunia, harta dan wanita. Dia lupa akan cinta Allah, cinta yang begitu agung, cinta yang murni.

Cinta Allah cinta yang tak bertepi. Jikalau sudah mendapatkan cinta-Nya, dan manisnya bercinta dengan Allah, tak ada lagi keluhan, tak ada lagi tubuh lesu, tak ada tatapan kuyu. Yang ada adalah tatapan optimis menghadapi segala cobaan, dan rintangan dalam hidup ini. Tubuh yang kuat dalam beribadah dan melangkah menggapai cita-cita tertinggi yakni syahid di jalan-Nya.

Tak jarang orang mengaku mencintai Allah, dan sering orang mengatakan mencitai Rasulullah, tapi bagaimana mungkin semua itu diterima Allah tanpa ada bukti yang diberikan, sebagaimana seorang arjuna yang mengembara, menyebarangi lautan yang luas, dan mendaki puncak gunung yang tinggi demi mendapatkan cinta seorang wanita. Bagaimana mungkin menggapai cinta Allah, tapi dalam pikirannya selalu dibayang-bayangi oleh wanita/pria yang dicintai. Tak mungkin dalam satu hati dipenuhi oleh dua cinta. Salah satunya pasti menolak, kecuali cinta yang dilandasi oleh cinta pada-Nya.