Sabtu, 30 Juni 2012

Tetaplah Bersamaku, Dua Sayapku!


“kalau kau tak punya malu, berbuatlah sesukamu”
Petikan hadits inilah yang sampai saat ini mampu menjadi sebuah perekat bagi diri saya terhadap apa yang ada dihadapan saya (amanah). Kalau saja diri ini hanyalah milik pribadi saya, saya akan berbuat semau saya. Sayangnya, sekarang bukan hanya kepunyaan diri pribadi saya saja diri ini. Sehingga setiap hal yang dilakukan haruslah dipertimbangkan, agar tidak menciderai setiap sayap yang saya punya. Walaupun terkadang membawa luka.

Saya ingin berkata kepada pemilik diri ini, kenapa harus begini dan seperti ini? Lika liku kehidupan ini benar-benar membuat saya semakin yakin bahwa Engkau begitu mencintai saya, namun apa balasan saya?

Saya ingin berkata pada tubuh saya. Kau sekarang punya siapa? Hingga kadang kau melupakan hak atas dirimu? Kalau kau mau, kau bisa lakukan sesukamu, asal kau tak punya malu.

Berada dalam dua hal yang amat bertolak belakang, membuat saya banyak melupakan hak-hak yang harus saya berikan kepada tubuh ini, pikiran ini dan jiwa ini. Satu sisi berada dalam hal-hal yang bersifat politis, satu sisi bersifat non politis bahkan anti politis, disisi lain bersifat demokratis. Dengan masing-masing tugas, wewenang, tanggung jawab, tekanan bahkan tuntutan masing-masing sayapku. Benar-benar harus mampu memainkan peran sesuai dengan porsinya. Supaya tidak ada yang terluka, walau saya yang harus terluka, tak apa. Tapi tahukah kamu? Saya bukan Abu Bakar yang senantiasa setia kepada Rasulullah, saya bukan Umar bin Khattab dengan ketegasan dan kehormatannya, saya bukan Ali bin Abi Thalib dengan kejujurannya dan saya bukanlah Usman bin Affan dengan segala kelebihannya. Bolehkah saya memilih pilihan saya? Sekali lagi, kalau kau tak punya malu, berbuatlah sesukamu.

Menjalaninya tidak semudah membalikkan telapak tangan ataupun melempar batu. Saya sadar, bahwa apa yang saya alami sekarang ini bukanlah hal besar dan bukanlah apa-apa dibandingkan dengan yang lainnya. Tapi bagaimana saya harus berbuat? Membagi diri atau membohongi diri.

Silakan, anda boleh bilang bahwa saya itu munafik. Saya tidak akan menafikan hal itu. Akan tetapi ada hal yang menjadi kelemahan dalam diri saya, bahwa saya tidak bisa melihat sayap-sayap saya terluka karena ketidakpunyamaluan saya. Saya tidak bisa mendengar rintihan bulu-bulu sayap saya karena menanti ketidakpastian dari saya. Tapi saya punya cinta, yang saya pun tak tahu kedalamannya hingga membuat saya menggila seperti ini. Hingga saya telah mati rasa akan cinta seorang kasih, hanya karena mu. Beritahu diriku, seberapa besar cintamu? Agar saya mampu menjagamu.

Apa yang salah, hingga badan ini terasa teramat sakit dan remuk.  Hanya sebuah ketulusan yang akan mengobatinya. Dan saya menantikan manisnya janjiNya, mengharapkan belai kasihNya. Di jalan ini, jalan yang berbeda dari yang lainnya. Karena saya ingin berbeda, karena kita Masterpiece of Allah.

Wahai sayap-sayap ku., tetap tenanglah kau bersamaku
Walau aku bukanlah malaikat., aku akan menjagamu
Wahai sayap-sayap ku., aku akan tetap menurutimu
Walau tuntutanmu tak sesuai dengan mampuku
Wahai sayap-sayap ku.,  aku tahu betapa rapuhnya aku
Aku pun tahu betapa lemahnya aku
Tapi, dari semua itu, pada siapa aku bisa mengadu?
Tuhanku, Kau telah menegurku dengan cukup sopan,
Dengan semayup suara adzan,
Kau telah menegurku dengan cukup sopan,
Lewat perut anak-anak kelaparan.
Tuhanku, maafkan aku yang tak punya malu dan berbuat sesukaku.

0 komentar: