Minggu, 04 Desember 2011

Anak Autis itu bernama Rakan

Sabtu, 3 Desember 2011.
Agenda pembinaan pekanan Etoser 2009 kali ini mengunjungi SLB (Sekolah Luar Biasa) Negeri Semarang yang berlokasi di Meteseh. SLB N Semarang ini berdiri sejak tahun 2006 hingga saat ini muridnya mencapai 500 anak. Mulai dari penyandang Tuna Wicara, Tuna netra, TUna Graita, Down Syndrom, Autis dan sebagainya.

Sungguh luar biasa, hati ini menangis ketika melihat kondisi psikis mereka. Akan tetapi ada hal luar biasa dibalik keterbatasannya. Memang sungguh Allah Maha Besar. Mereka diciptakan dengan keterbatasan, dan juga dengan kelebihannya.

Setelah mengitari seluruh kompleks SLB N Semarang, tibalah kami rombongan menuju ruangan Musik. Disana kami menemui anak yang menderita Down Syndrom sedang berlatih nyanyi dan memainkan musik, inilah salah satu kelebihannya. Saat itu, Dea, nama anak Down Syndrom itu, ia mengajak kami bernyanyi bersama, dengan keterbatasannya. Kami pun bernyanyi dengan iringan drum-nya.

Disudut ruangan, aku perhatikan ada seorang anak memakai "kupluk" putih sedang duduk sambil memegangi telinganya. Perhatianku beralih padanya. Ternyata ia sedang terapi, ia menderita Autis. Autis merupakan... Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya, Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri. Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan. Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan
daripada kata-kata

Ia berfokus pada telinganya, tidak suka dengan suara keras. Dan ia sedang diterapi dengan alat musik, gendang. Perlahan aku mendekatinya, menanyakan sedikit tentangnya kepada pembimbingnya yang ada dihadapannya. Ia bisa menyanyikan lagu "Satu-satu". Ia sangat tertutup dengan orang lain "asosial". Begitulah, memilukan.

Perlahan saya mengambil gendang didekatnya, dan mulai menyanyikan lagu "satu-satu". Ia memperhatikanku. Lalu. aku mengajak ia berkenalan, hanya menjabat tangan. Sedikit berbincang tanpa respon, hanya senyuman. Ternyata, mengejutkan, ia mau menirukan gerakan tanganku memukul gendang dan bernyanyi. "satu satu aku sayang ibu.. dua-dua aku sayang ayah.." terbata-bata. Aku amat senang. :)

Pembimbingnya sedikit menjelaskan keadaannya kepadaku. Beliau bilang saya mendapat respon Rakan, pendekatan emosional dan intrapersonal ku kepada Rakan cukup baik. Jarang ada. Ya.. Begitulah anak Autis.

Sebuah pengalaman spiritual yang luar biasa, dipertemukan dengan Ciptaan Sang Khalik Yang MAha Dahsyat. Disekitar kita, masih banyak orang dengan segala keterbatasaannya, akan tetapi mampu melawan keterbatasan itu, untuk kemudian BANGKIT. Sekarang mari kita tengok diri kita dengan segenap raga dan jiwa kita, mungkin tiada yang kurang, akan tetapi apa yang sudah kita lakukan hingga umur sekian ini?

Mari melakukan hal-hal baik dengan cara-cara yang baik sebagai wujud syukur kita kepada Sang Khalik.

0 komentar: